Rabu, 3
Desember 2014
Aku kembali merasakan kekosongan
itu. Perasaan yang tiba-tiba muncul tiap kali aku mencoba menerima kenyataan
yang menyinggung titik kesedihanku. Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba hilang
dari dalam tubuhku, sesuatu yang sangat penting tapi tak ku ketahui, sesuatu
yang aku tak bisa hidup tanpanya. Kekosongan ini begitu terasa, menuntut untuk
diisi. Seperti paru-paru yang selalu menuntut udara dalam tiap detiknya.
Ataukah
kekosongan ini adalah penjelmaan dari rasa kehilangan yang belum juga bisa
kubuang dari hatiku. Kehilangan akan kebahagiaan yang tak pernah kusadari
keberadaannya, karena ia sangat halus. Tersembunyi diantara kata-katanya yang
indah dan menyejukkan. Kebahagiaan yang seolah semu, tapi nyata karena ia
adalah kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang tak menuntut apa-apa.
Tapi
kebahagiaan itu telah hilang beberapa tahun yang lalu seiring dengan
kepergiaannya. Tak mungkin ia kembali, karena aku tak mampu menghidupinya. Aku
tak seperti alam yang punya hujan untuk menghidupi setiap makhluk yang hidup
didalamnya. Aku juga tak bisa memintanya kembali, karena ia telah menemukan
airnya dioase yang lain. Sedang oaseku pun telah mengering, tak ada alasan baginya
untuk kembali seandainya aku meminta.
Tapi
tetaplah hidup wahai orang yang amat berarti bagiku. Cukup bagiku mengetahui
keberadaanmu yang selalu bernafas dengan damai ditempatmu yang sangat jauh
disana. Tetaplah hidup meskipun nanti aku harus mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar