Selasa, 16 Desember 2014

Jika Aku Seperti Burung

Minggu, 14 Desember 2014

            Desember telah datang untuk mengakhiri tahun ini. Setiap tahun harus berakhir untuk mengawali sebuah tahun yang baru.

Jika Aku Seperti  Burung

Kulihat burung terbang melayang
Membumbung tinggi diangkasa
Tak pernah lelah pagi dan petang
Melihat seluruh alam terbuka

Mereka terbang berkawan-kawan
Sambil bergurau bersuka ria
Membumbung tinggi menuju awan
Lelah sayap tidak terasa

Jika aku seperti burung
Kubuka lebar kedua sayapku
Kuterbang jauh tinggi membumbung

Untuk melihat alam negeriku

Entah siapa penulis puisi ini, aku tak tahu. Yang aku tahu pasti, ini adalah puisi yang pertama kali aku kenal saat kelas dua SD, sekitar 13 tahun yang lalu. Puisi yang pertama kali aku hafalkan dan aku demaklasikan. Betapa cepat waktu berlalu.

Kekosongan

Rabu, 3 Desember 2014

            Aku kembali merasakan kekosongan itu. Perasaan yang tiba-tiba muncul tiap kali aku mencoba menerima kenyataan yang menyinggung titik kesedihanku. Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba hilang dari dalam tubuhku, sesuatu yang sangat penting tapi tak ku ketahui, sesuatu yang aku tak bisa hidup tanpanya. Kekosongan ini begitu terasa, menuntut untuk diisi. Seperti paru-paru yang selalu menuntut udara dalam tiap detiknya.
Ataukah kekosongan ini adalah penjelmaan dari rasa kehilangan yang belum juga bisa kubuang dari hatiku. Kehilangan akan kebahagiaan yang tak pernah kusadari keberadaannya, karena ia sangat halus. Tersembunyi diantara kata-katanya yang indah dan menyejukkan. Kebahagiaan yang seolah semu, tapi nyata karena ia adalah kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang tak menuntut apa-apa.
Tapi kebahagiaan itu telah hilang beberapa tahun yang lalu seiring dengan kepergiaannya. Tak mungkin ia kembali, karena aku tak mampu menghidupinya. Aku tak seperti alam yang punya hujan untuk menghidupi setiap makhluk yang hidup didalamnya. Aku juga tak bisa memintanya kembali, karena ia telah menemukan airnya dioase yang lain. Sedang oaseku pun telah mengering, tak ada alasan baginya untuk kembali seandainya aku meminta.

Tapi tetaplah hidup wahai orang yang amat berarti bagiku. Cukup bagiku mengetahui keberadaanmu yang selalu bernafas dengan damai ditempatmu yang sangat jauh disana. Tetaplah hidup meskipun nanti aku harus mati.

Kesetiaan

Senin, 1 Desembar 2014

            Kesetiaan, ya... kesetiaanlah elemen terpenting dari sebuah hubungan. Kesetiaan seperti yang dimiliki sepasang merpati. Mereka lahir kedunia dalam waktu bersamaan, tumbuh disarang yang sama, dan berbagi disepanjang perjalanan hidup mereka. Suka duka, siang malam mereka lalui bersama. Jika kalian tanya pada mereka apakah mereka saling setia satu sama lain, pasti mereka tak tahu jawabannya. Karena kesetiaan mereka lahir secara murni, tanpa disengaja ataupun dibuat-buat. Yang mereka tahu hanya bahwa mereka tak akan bisa bertahan saat yang lain tiada, mereka tak akan hidup disaat yang lain mati. Indah sekali bukan? Cinta dan kesetiaan memang harus seperti itu, tumbuh dan mengalir didalam darah. Menyejukkan kehidupan seperti tetes-tetes air hujan yang mengakhiri keringnya kemarau.

            Baiklah, kita beralih kepasal lain. Bulan terakhir ditahun ini telah dimulai, ini berarti bahwa tahun ini akan segera berakhir. Sebenarnya ini bukanlah hal yang istimewa. Semua hal akan berakhir, dan kita semua telah tahu tentang hal ini. Bahkan tanpa kita sadari  setiap hari yang kita mulai, disaat yang sama adalah hari yang juga akan kita akhiri. Manusia tanpa disadari telah terbiasa akan adanya ketidakabadian dalam setiap hal. Hanya saja mereka memilih hal-hal yang besar untuk diingat, sehingga banyak hal kecil yang terlupakan. Kalau tahun baru diperingati, hari baru pun juga harus diperingati. Kalau berakhirnya tahun digunakan untuk mememorial setiap kejadian sepanjang tahun, maka demi sebuah keadilan setiap hari pun juga harus digunakan untuk mememorial kejadian dihari itu. Tapi, siapa yang peduli akan hal ini. Tak ada...

Tentang Cinta


            Jika engkau bertanya padaku tentang cinta, maka bagiku cinta itu seperti dedaunan dimusim gugur yang menggugurkan daunnya agar kelak dimusim semi muncul tunas-tunas  yang memekarkan kuntum bunganya.

            Tapi jangan sekali-sekali kau bertanya padaku, karena aku tak tahu apa-apa tentang cinta. Ketidaktahuanku hanya akan membuatmu salah mengerti tentang cinta. Cinta tak pantas untuk diartikan, karena maknanya indah dengan sendirinya. Mengartikannya hanya akan mengotorinya. Karena pada hakikatnya manusia hanya bisa merusak, merusak keindahan yang ada.

November 2014

Antara Aku dan Kalian

Kamis, 20 November 2014

          Iya, hari ini kalian memaksaku lari. Baiklah, aku akan berlari. Bahkan bila tak cukup aku akan terbang. Aku tak akan peduli siapa kalian, karena kalian sendiri yang membuat aku bersikap tak peduli. Cukup sekali aku menangisi keadaanku, semata-mata karena aku tak ingin kalian kasihan padaku. Aku juga bukan pengemis. Aku datang dengan terhormat ketempat ini. Aku tak pernah meminta, kalian sendiri yang bilang akan memberi. Baiklah, jika ini keputusan kalian maka ini akan menjadi keputusan sepihak antara dua orang. Tak adil bukan? Ya, karena memang tak ada sifat adil dalam diri kalian.
            Kita lewati saja antara adil dan tak adil. Percuma, kalian tak akan pernah mengerti. Bukan karena kepala kalian yang tak mampu berpikir, tapi karena kalian memaksa hati kalian untuk tak mencoba merasakan. Kalian terlalu sibuk melihat kuman yang berada diseberang lautan, hingga kalian lupa cara melihat gajah yang berada dipelupuk mata.

            Bagaimana dengan janji yang telah kita sepakati? Apa kalian memilih untuk melupakannya begitu saja? Terserah kalian, keputusan ada ditangan kalian. Hanya perlu kalian tahu, aku memilih untuk mengingatnya. Mungkin suatu saat nanti jika pembelaku telah hadir akan berguna untuk menyelesaikan masalah diantara kita.

Selasa, 02 Desember 2014

Negeri Asing

Senin, 6 Agustus 2012

Hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di negeri asing, bernafas dengan udara milik orang lain, tinggal di bumi milik bangsa lain. Iya, aku berada di belahan bumi yang satu, sedangkan tanah airku berada dibelahan bumi lain. Kami telah terpisah, dan seperti perpisahan pada umumnya, selalu menyakitkan.
Negeriku adalah negeri yang indah, terlebih lagi untukku. Hari bermula saat ayam jantan mulai berkokok menyambut fajar. Para imam masjid pun seperti tak mau kalah, mereka berlomba-lomba mendendangkan adzan subuh, membangunkan tiap insan dari alam mimpi untuk segera menyambut datangnya hari baru. Semua orang berlomba-lomba mengukir hidup yang indah, bapak-bapak, ibu-ibu, sampai anak-anak pun tak mau ketinggalan.


Dan itu semua tak ku jumpai dinegeri ini. Tak ada ayam berkokok, tak ada orang terburu-buru jalan ke masjid desa agar tak tertinggal solat subuh, dan apalah artinya pagi tanpa hal ini. Saat adzan subuh dikumandangkan, orang-orang terlelap seperti bayi dipangkuan ibunya. Adzan bagaikan lagu nina bobo pengantar tidur. Ah, benar-benar berbeda. Kukira negeri asing tak akan seasing ini bagiku.